Total Penonton Kertas

Rabu, 05 Desember 2012

Gemericik

Hujan,
dengarkan aku
beri aku sedikit ruang darimu
untuk berpadu denganmu
agar ia mengingatku
seperti ia menyukai kehadiranmu

Hujan,
lihatlah aku
tetes air mataku berada diantaramu
mereka jatuh karenanya
ia mencari jalan yang lain
tak berbelok ke arahku

Hujan,
tunggu aku
jangan pergi dulu
aku mau ikut denganmu
sebelum terang datang
menjemputku untuk menjadi nyata

Senin, 05 November 2012

Surat Ke Surga

Teruntuk Bapak tercinta.
Bapak, aku disini sedang mengingatmu. Aku selalu mengenangmu, mengenang kita yang pernah bersama.
Bapak, tanggal 23 Oktober kemarin aku resmi jadi sarjana. Yah, sarjana Bapak. Anak bungsumu ini sudah bergelar sarjana psikologi. Gelar ini kudapat atas kemudahan Allah, juga berkat doa dari orang-orang di dekatku.
Bapak, nama Bapak saat tasyakuran wisuda fakultas kemarin disebut. Bahwa aku adalah putri dari keluarga Bapak Munadjat (alm.). Senang rasanya mendengar nama Bapak disebut, tapi sedih pula. Sedih karena Bapak tak hadir disisiku, tak bisa menggenggam tangan anak perempuannya naik ke panggung untuk menerima transkrip. Aku iri melihat wisudawan yang lain hadir dengan orangtua yang lengkap, yang bangga mengantar anaknya. Namun sudah ada Ibu dan Mas juga cukup kok. Mereka terlihat sangat bangga. Aku sayang kalian.
Mengingat kata salah satu temanku, "he surely watching and being proud of you". He adalah Bapak.
Aku tahu Bapak selalu ada disini, di dalam hatiku.

Minggu, 04 November 2012

INI

bukan hanya kamboja yang mengingatkanku
bahkan nisan pun turut serta
membangunkanku untuk menepis waktu
kapan ini mulai dan berakhir masih angan
semoga tetap ada kamu disitu untuk merengkuhku

Senin, 01 Oktober 2012

Dua Koma Sembilan Tahun Lalu


Desember, dia datang setelah sekian bulan Nina hanya dapat menatapnya dari jauh. Edo datang di kehidupan Nina membawa sejuta bunga yang akan mekar di bulan Desember.
"Hei, sekarang Edo ngedeketin aku" ungkap Nina.
"Akhirnya, setelah sekian lama" timpal Lili.

Januari pun mulai meretas. Nina dan Edo semakin akrab. Mereka selalu terlihat berdua setiap akhir pekan. Ada saja yang bisa mereka lakukan dengan hanya berdua. Dari menjaga toko Edo bersama, sampai hanya duduk berdua di pinggir pantai menghabiskan petang.

Kebersamaan mereka hanya berlangsung selama dua minggu. Edo mulai menghilangkan jejaknya di depan Nina. Entah apa penyebabnya. Nina mulai cemas, khawatir terjadi sesuatu dengan Edo.
"Kamu dimana? Kok ga pernah sms aku lagi" bunyi pesan Nina.
Pesan itu sama sekali tidak mendapat jawaban dari Edo.

Sehari, dua hari, menjadi seminggu, dua minggu dan bulan Mei pun menyambut Nina. Ia sudah mulai pasrah akan hubungannya dengan Edo. Pada suatu malam, bunyi tanda sebuah pesan masuk ke telepon genggam Nina.
"Nina, mohon doa restunya ya. Besok aku akan melangsungkan pernikahan jam 09.00 -Edo"

Senin, 17 September 2012

Sudah

sebenarnya bukan untuk jatuh
hanya ingin mencoba untuk bangkit
karena tongkat ini tlah kau patahkan
bukan hanya sekeping

kau pikir kau mampu menghitung kepingan tongkatnya?
sampai jarum jam selesai berputar pun kupastikan kau tak sanggup

lalu untuk apa kau disini?
kalau pada akhirnya menghancurkan jalan yang tlah kubangun

hanya membual janji?
membawakanku bunga yang semu?
bahkan kau lebih semu dari yang kubayangkan

Kamu Tongkat

meski hanya sepenggal,
setidaknya ini bisa melegakanku
bukan kamu yang menyakitiku,
namun aku yang membiarkan hati ini masuk terlalu dalam
lalu kehilangan kendali hingga akhirnya terluka.

memang hanya sebaris kata yang pernah tercipta darimu.
tapi aku terlalu terpana.
hingga mata ini silau melihatnya.
sekali lagi kau tak bersalah.

mungkin aku hanya sebutir di matamu.
tak penting.
hanya untuk singgah sebentar lalu kembali ke tempatmu.
tapi bagiku kamu tongkat.
penunjuk arahku.
penegak langkah kakiku.

kini, aku tesesat dan tak tahu arah jalan pulang

Minggu, 16 September 2012

Sepenggal

Kemarin, aku terisak
bukan karena alasan yang baru
ini kisah klasik
kisah luka yang tertinggal
membuka seiring kemarau
yang tak mau melembut

Aku terpaku
melihatku yang bercucuran air mata
kapan kau selesai sayang?
kapan kau berhenti?
bangkit, berdiri, dan
menangkap setitik embun

Mungkin nanti, jawabnya
sampai sepenggal peluk
datang menghampiri
lalu erat mendekap
membawanya ke sebuah surga

Minggu, 17 Juni 2012

15th June 2012

Tahu bagimana rasanya merindukan seseorang sepanjang hidup? Ya, aku tahu. Sosok ini kukenal sejak 21 tahun lalu. Beliau adalah Bapak. The greatest man in my life.
Aku hanya mengenal beliau selama enam tahun. Tidak banyak yang kuingat. Hanya penggalan-penggalan peristiwa yang tak utuh yang tersisa. Sebagai pelengkap adalah cerita dari orang-orang di sekitarku yang selalu mengatakan betapa beliau menyayangiku.
Aku ingat saat aku duduk di sebelahnya. Aku ingat saat aku bermain dengannya. Aku ingat saat aku dibelikan sepeda. Aku ingat saat mereka (ibu dan bapak –red) bertengkar. Aku ingat saat beliau menyapu rumah. Aku ingat saat aku dibonceng motor. Lalu tetangga yang pernah berkata “dulu bapakmu sewaktu ada rapat di kantor dapat jatah makanan kecil tapi ga dimakan. Katanya ini buat lina. Setiap rapat pasti kamu dibawain makanan kecilnya”.
Aku masih ingat ketika beliau tergolek sakit di kamar. Aku masih ingat ketika beliau sudah tak mampu lagi menelan bahkan sesendok susu sekalipun. Aku masih ingat ketika aku dibangunkan dari tidur, lalu digendong om, dan mereka (bulik dan om –red) berjalan menuju rumahku. Aku masih ingat waktu itu masih subuh. Langit masih gelap, namun rumah sudah ramai. Ada banyak orang. Aku melihat ibu yang duduk lesu. Aku melihat orang-orang di sebelah ibu yang mencoba untuk menguatkan beliau padahal mereka sendiri tak kuasa menangis. Aku melihat kakakku yang duduk diam di teras. Aku belum mengerti apa yang terjadi waktu itu. Yang aku tahu, semua orang mencoba untuk menahan tangis. Lalu aku diajak untuk melihat wajah bapak yang terakhir kalinya. Seluruh badan beliau ditutupi sehelai kain batik. Kali ini aku masih tak yakin apa aku sudah mengerti. Aku masih ingat prosesi yang dilakukan oleh para prajurit itu. Aku melihat peti yang ditutup kain hijau itu diangkat dan hilang dari pandangan. Setelah itu yang aku rasa hanya sepi.
Beberapa tahun kemudian, aku baru benar-benar mengerti jika aku sudah tak punya bapak seperti teman-temanku. Bapak sudah pergi, tidak akan pulang, selamanya.
Sekarang, aku sering berkata “coba bapak ada disini, pasti aku ....”, “coba bapak ada disini pasti akan ....”, dan segala kata “coba bapak masih ada, dan bla bla bla” namun terhenti hanya di titik imajinasiku saja. Ada seseorang yang pernah bilang, “kalau kamu lagi kangen bapak, doakan beliau dan bilang sama Allah kalau kamu kangen”. Menurutku langkah itu cukup mujarab untuk meredakan tangis dan aku sudah beberapa kali melakukannya.
Ketika rasa ini hanya aku sendiri yang merasa. Dan ketika tangis ini berlinang untuk ke sekian kalinya. Biarlah saja apa adanya. Tidak ada orang yang tidak diuji di dunia ini.
Kata orang, ‘anak perempuan lebih dekat dengan bapaknya’ dan pernyataan ini berlaku untukku. Aku cuma pingin suatu saat nanti, aku bisa bertemu lagi dengan beliau.
Sekian.

Kamis, 12 April 2012

Waktu yang Pasti

Menginjakkan kaki di tanah yang sama untuk kedua kalinya mungkin biasa.
Namun, ketika harus kembali ke lubang tempat dimana kita terjatuh, itu berbeda.
Kita akan mencoba untuk menghindari.
Menjauhi.
Bahkan, tak mau menyentuhnya sejengkal pun.
Sampai mati pun kita enggan melihat lagi lubang itu.

Lalu apa jadinya dengan ini?
dengan luka yang dalam ini.
dengan rasa yang aku sendiri tak mau merasa lagi.
Luka yang cukup menganga.
Luka hati yang hampir merampas nyawa.
Luka yang sudah lama tak ku jumpa.

Hati ini sudah pulih.
Sudah hangat kembali.
Sudah tak menganga.
Kini kau datang.
Membawa apa yang aku sendiri tak tahu pasti kabarnya.
Berita yang tak berarti faktanya.
Angin pun ragu mau membawa kemana panahmu itu.
Sudah hampir lapuk diterjang panas dan hujan.

Ingatlah, bahwa kabar ini datang dari lubuk terdalam.
Ia tak mau lagi sakit.
Ia sudah cukup dewasa.
Cukup bisa mengerti apa yang akan dihadapi.
Bersiap dengan segala tameng.
Hingga datang waktu yang pasti.

Jumat, 24 Februari 2012

tak ada judul

sudah 15 tahun
dan masih terasa seperti kemarin
masih ada rindu
masih ada sedih
masih ada air mata
dan masih akan mewarnai
entah sampai kapan

bukan tidak merelakan
bukan tidak menerima
bahkan bukan larut dalam arus
tetapi angin dan baunya
selalu bisa mengingatkan
dan menunjukkan
betapa hari itu telah terjadi

*4 februari 2012

Kamis, 12 Januari 2012

Mengerti

ketika ia menginginkan hal yang berbeda dari apa yang kamu ingin,
pada saat itulah kamu harus mengerti
ketika mimpinya tak sejalan dengan mimpimu,
untuk itulah kamu harus mengerti
ketika fokusnya ada di arah yang lain,
maka waktu itulah saatnya mengerti
saat ia membutuhkan sedikit ruang untuknya saja,
maka mengertilah