Tahu
bagimana rasanya merindukan seseorang sepanjang hidup? Ya, aku tahu. Sosok ini
kukenal sejak 21 tahun lalu. Beliau adalah Bapak. The greatest man in my life.
Aku
hanya mengenal beliau selama enam tahun. Tidak banyak yang kuingat. Hanya penggalan-penggalan
peristiwa yang tak utuh yang tersisa. Sebagai pelengkap adalah cerita dari
orang-orang di sekitarku yang selalu mengatakan betapa beliau menyayangiku.
Aku
ingat saat aku duduk di sebelahnya. Aku ingat saat aku bermain dengannya. Aku ingat
saat aku dibelikan sepeda. Aku ingat saat mereka (ibu dan bapak –red)
bertengkar. Aku ingat saat beliau menyapu rumah. Aku ingat saat aku dibonceng
motor. Lalu tetangga yang pernah berkata “dulu bapakmu sewaktu ada rapat di
kantor dapat jatah makanan kecil tapi ga dimakan. Katanya ini buat lina. Setiap
rapat pasti kamu dibawain makanan kecilnya”.
Aku
masih ingat ketika beliau tergolek sakit di kamar. Aku masih ingat ketika
beliau sudah tak mampu lagi menelan bahkan sesendok susu sekalipun. Aku masih
ingat ketika aku dibangunkan dari tidur, lalu digendong om, dan mereka (bulik
dan om –red) berjalan menuju rumahku. Aku masih ingat waktu itu masih subuh. Langit
masih gelap, namun rumah sudah ramai. Ada banyak orang. Aku melihat ibu yang
duduk lesu. Aku melihat orang-orang di sebelah ibu yang mencoba untuk
menguatkan beliau padahal mereka sendiri tak kuasa menangis. Aku melihat
kakakku yang duduk diam di teras. Aku belum mengerti apa yang terjadi waktu
itu. Yang aku tahu, semua orang mencoba untuk menahan tangis. Lalu aku diajak
untuk melihat wajah bapak yang terakhir kalinya. Seluruh badan beliau ditutupi
sehelai kain batik. Kali ini aku masih tak yakin apa aku sudah mengerti. Aku masih ingat
prosesi yang dilakukan oleh para prajurit itu. Aku melihat peti yang ditutup
kain hijau itu diangkat dan hilang dari pandangan. Setelah itu yang aku rasa
hanya sepi.
Beberapa
tahun kemudian, aku baru benar-benar mengerti jika aku sudah tak punya bapak
seperti teman-temanku. Bapak sudah pergi, tidak akan pulang, selamanya.
Sekarang,
aku sering berkata “coba bapak ada disini, pasti aku ....”, “coba bapak ada
disini pasti akan ....”, dan segala kata “coba bapak masih ada, dan bla bla bla”
namun terhenti hanya di titik imajinasiku saja. Ada seseorang yang pernah
bilang, “kalau kamu lagi kangen bapak, doakan beliau dan bilang sama Allah
kalau kamu kangen”. Menurutku langkah itu cukup mujarab untuk meredakan tangis
dan aku sudah beberapa kali melakukannya.
Ketika
rasa ini hanya aku sendiri yang merasa. Dan ketika tangis ini berlinang untuk
ke sekian kalinya. Biarlah saja apa adanya. Tidak ada orang yang tidak diuji di
dunia ini.
Kata
orang, ‘anak perempuan lebih dekat dengan bapaknya’ dan pernyataan ini berlaku
untukku. Aku cuma pingin suatu saat nanti, aku bisa bertemu lagi dengan beliau.
Sekian.