Total Penonton Kertas

Minggu, 17 Juni 2012

15th June 2012

Tahu bagimana rasanya merindukan seseorang sepanjang hidup? Ya, aku tahu. Sosok ini kukenal sejak 21 tahun lalu. Beliau adalah Bapak. The greatest man in my life.
Aku hanya mengenal beliau selama enam tahun. Tidak banyak yang kuingat. Hanya penggalan-penggalan peristiwa yang tak utuh yang tersisa. Sebagai pelengkap adalah cerita dari orang-orang di sekitarku yang selalu mengatakan betapa beliau menyayangiku.
Aku ingat saat aku duduk di sebelahnya. Aku ingat saat aku bermain dengannya. Aku ingat saat aku dibelikan sepeda. Aku ingat saat mereka (ibu dan bapak –red) bertengkar. Aku ingat saat beliau menyapu rumah. Aku ingat saat aku dibonceng motor. Lalu tetangga yang pernah berkata “dulu bapakmu sewaktu ada rapat di kantor dapat jatah makanan kecil tapi ga dimakan. Katanya ini buat lina. Setiap rapat pasti kamu dibawain makanan kecilnya”.
Aku masih ingat ketika beliau tergolek sakit di kamar. Aku masih ingat ketika beliau sudah tak mampu lagi menelan bahkan sesendok susu sekalipun. Aku masih ingat ketika aku dibangunkan dari tidur, lalu digendong om, dan mereka (bulik dan om –red) berjalan menuju rumahku. Aku masih ingat waktu itu masih subuh. Langit masih gelap, namun rumah sudah ramai. Ada banyak orang. Aku melihat ibu yang duduk lesu. Aku melihat orang-orang di sebelah ibu yang mencoba untuk menguatkan beliau padahal mereka sendiri tak kuasa menangis. Aku melihat kakakku yang duduk diam di teras. Aku belum mengerti apa yang terjadi waktu itu. Yang aku tahu, semua orang mencoba untuk menahan tangis. Lalu aku diajak untuk melihat wajah bapak yang terakhir kalinya. Seluruh badan beliau ditutupi sehelai kain batik. Kali ini aku masih tak yakin apa aku sudah mengerti. Aku masih ingat prosesi yang dilakukan oleh para prajurit itu. Aku melihat peti yang ditutup kain hijau itu diangkat dan hilang dari pandangan. Setelah itu yang aku rasa hanya sepi.
Beberapa tahun kemudian, aku baru benar-benar mengerti jika aku sudah tak punya bapak seperti teman-temanku. Bapak sudah pergi, tidak akan pulang, selamanya.
Sekarang, aku sering berkata “coba bapak ada disini, pasti aku ....”, “coba bapak ada disini pasti akan ....”, dan segala kata “coba bapak masih ada, dan bla bla bla” namun terhenti hanya di titik imajinasiku saja. Ada seseorang yang pernah bilang, “kalau kamu lagi kangen bapak, doakan beliau dan bilang sama Allah kalau kamu kangen”. Menurutku langkah itu cukup mujarab untuk meredakan tangis dan aku sudah beberapa kali melakukannya.
Ketika rasa ini hanya aku sendiri yang merasa. Dan ketika tangis ini berlinang untuk ke sekian kalinya. Biarlah saja apa adanya. Tidak ada orang yang tidak diuji di dunia ini.
Kata orang, ‘anak perempuan lebih dekat dengan bapaknya’ dan pernyataan ini berlaku untukku. Aku cuma pingin suatu saat nanti, aku bisa bertemu lagi dengan beliau.
Sekian.